Senin, 03 Desember 2018

AHLUSSUNNAH SALAF DAN KHALAF

PENGERTIAN SALAF DAN KHALAF
1.                Pengertian Salaf
Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi’it tabi’in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi’in). istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.
Definisi salaf menurut Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, Tabi’in, para pemuka abad ketiga dan para pengikutnya pada abad ke 4 H yang terdiri atas para muhadisain dan yang lainnya. Salaf berarti pula ulama-ulama shalih yang hidup pada tiga abad pertama islam. Sedangkan Mahmud Al-Bisyi Bisyi dalam Al-Firoq Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat Allah yang menyerupai saegala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan menggunakannya.
Ibrahim masykur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut:
  1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (Naqli) dari pada dirayah (akal)
  2. Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuludin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’adin), mereka hanya bertolak dari penjelasan dari Al-Kitab dan rasional.
  3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang zat-Nya) dan tidak pula mempunyai paham antropomorpisme.
  4. Mereka memahami ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mena’wilkannya.
Ciri khas golongan ini adalah, mereka kembali kepada penafsiran harfiah (literalis) atau nash dan memunculkan tradisi kalam dan hukum, sebagaimana ketika perkembangan pertama dalam islam, terutama pemikiran-pemikiran Ahmad bin Hambal, serta menolak dominasi menolak dominasi akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan.
Menurut Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari imam ahmad ibnu hambal. Lalu ajarannya di kembangkan Imam ibnu Taimiyah, kemudian disuburkan oleh imam Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, dan akhirnya berkembang di dunia islam secara sporadis.
2.                Pengertian Khalaf
Khalaf artinya Masa yang datang sesudah. Khalaf menurut istilah diartikan sebagai jalan para ulama’ modern. Walaupun tidak dapat dikatakan bahwa semua ulama’ modern mengikuti jalan ini. Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagaimana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.
Selanjutnya Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.

SEJARAH LAHIRNYA ALIRAN SALAF DAN KHALAF
1.                Sejarah Lahirnya Aliran Salaf
Secara konkrit aliran ini muncul pada abad IVH/X M oleh para pengikut Imam Ahmad bin Hambal. Pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh aliran ini, demikian menurut para tokohnya, mengacu kepada pendapat Imam Ahmad bin Hambal yang berupaya menghidupkan kembali dan membela metode sesuai akidah salaf. Istilah dan nama salaf disini menunjuk kepada arti generasi terdahulu, yaitu generasi para sahabat dan tabi’in. Jadi yang dimaksud dengan aliran salaf adalah aliran yang berupaya menghidupkan kembali dan membela metode serta pemikiran kalam yang ditampilkan oleh generasi para sahabat dan tabi’in.
Gerakan atau aliran salaf ini kemudian muncul dan memperlihatkan diri lebih jelas dibawah upaya dan pengaruh Syaikh al-Islam Muhy al-Din bin Taimiyah. Selanjutnya dikembangkan dan di propagandakan di jazirah Arab abad XII H/XVIII M oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang kemudian lebih dikenal dengan gerakan Wahabiyah, yang tetap bertahan hingga sekarang.
Gerakan atau aliran salaf ini berkembang tidak lepas dari pengaruh perkembangan pemikiran di dunia Islam sendiri, ketika komunitas Islam masih terbatas pada bangsa Arab di semenanjung Arabia, pemahaman para sahabat terhadap agama semata-mata menurut nash al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan pemahaman secara zahiri tanpa takwil dan qiyas. Mereka mengimani apa yang disampaikan oleh al-Qur’an dan yang dijelaskan oleh Sunnah secara global, tanpa mempertanyakan dan mendiskusikannya lebih detail. 

2.                Sejarah Lahirnya Aliran Khalaf
Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf. Suatu golongan dari ummat Islam yang mengambil fislafat sebagai patokan amalan agama dan mereka ini meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits. Awal mula timbulnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah mulai dipopulerkan oleh para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bid’ah dikalangan ummat Islam.
Karakteristik yang paling menonjol dari khalaf adalah penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan mahluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering disebut Sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari kelompok Syi’ah. Dalam pengertian ini Mu’tazilah sebagaimana Asy’ariyyah masuk dalam barisan Sunni. Adapun Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah. Dalam hubungan ini Harun Nasution dengan meminjam keterangan Tasy Kubra Zadah menjelaskan bahwa aliran Ahlusunnah muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan al-Asy’ari sekitar tahun 300 H. 

TOKOH-TOKOH ALIRAN SALAF DAN KHALAF
1.                Aliran Salaf
a.                Imam Ahmad bin Hambal
Imam ahmad bin hambal lahir di Baghdad pada 780 M dan berasal dari keturunan Arab. Neneknya memiliki kedudukan sebagai ketua dari salah satu daerah Khurasan dan orang tuanya meninggal sewaktu Ahmad masih kecil. Ia dilahirkan di bagdad tahun 164/780 M, dan meninggal 241 H/855 M. ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Imam Hambali karena merupakan pendiri mazhab Hambali. Madzhab Hambali ini banyak dianut penduduk Irak, Mesir, Suriah, Palestina dan Arabia. Di Arabia madzhab ini merupakan madzhab resmi dari negara.

b.                Ibn Taimiyah (661-729)
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim bin Abi Al-Halim bin Taimiyah. Lahir di Harran, hari Senin 10 Rabiul Awal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam Senin 20 Dzulqaidah tahun 729 H. Ayahnya bernama Syihabudin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdissalam Ibn Abdillah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibn Ibrahim Madzkur bahwa Ibn Taimiyah merupakan tokoh salaf ekstrem karena kurang memberikan ruang gerak pada akal. Ia murid muttaqin, wara’, dan zuhud. Ia seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang berani dengan mengangkat senjata. Ia dikenal sebagai orang yang muhaddits, mufassir, faqih, teolog, bahkan banyak mengetahui tentang filsafat. Berulang kali Ibn Taimiyah masuk penjara karena bersengketa dengan para ulama’ pada zamannya.
Masa kehidupan Ibn Taimiyah bersamaan dengan kondisi dunia Islam yang sedang disintegrasi, dislokasi sosial, dan degradasi moral dan akhlak. Kelahirannya terjadi setelah lima tahun setelah Baghdad dihancurkan pasukan Mongol, Hulagu Khan. Oleh karena itu, pantas jika Ibn Taimiyah dalam upaya mempersatukan umat Islam mengalami banyak tantangan, bahkan dirinya harus wafat dalam penjara. 

2.                Aliran khalaf
a.                Imam Al-Asy’ari
Nama lengkap al-Asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bih Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa al-Asy’ari. Menurut beberapa riwayat beliau dilahirkan di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324H/935M.
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu secara tiba-tiba ia mengumumkan dihadapan jama’ah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut ibnu Asakir yang melatarbelakangi al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah adalah pengakuan beliah telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga kali yakni malam ke-10 ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu Rasulullah memperingatkan agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan oleh beliau.

b.                Al-Maturidi
Abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkan, tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 H. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqh dan teologi bernama Nasyr bin Yahya al-Balahi. Ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H.
Karir pendidikan beliau lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqh. Ia dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham teologi-teologi yang banyak berkembang di masyarakat Islam, yang dipandangnya tidak sesuai kaidah yang benar menurut akal dan syarat. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis diantaranya ialah kitab Taukhid, Takwil al-Qur’an, Makhas asy-Syara’i.

PENYEBARAN ALIRAN SALAF DAN KHALAF
1.                Penyebaran Aliran Salaf
Gerakan pemikiran Salafi di Indonesia mengalami perkembangan seirama dengan munculnya tokoh-tokoh gerakan pemikiran Salafi di Timur Tengah (Mesir) seperti Syekh Jamaluddin al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rasyid Ridhlo (1865-1935). Para tokoh pembaharuan Mesir, disamping mengajak umat Islam kembali pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, juga mengajak umat Islam agar meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk mencapai kemajuan, menghilangkan kebodohan dan mengatasi keterbelakangan.
Di Indonesia muncul organisasi-organisasi yang bercorak Salafi Modern seperti: Muhammadiyah (1912), Serikat Islam (1912), Al-Irsyad (1914), Jong Islamiten Bond (1925-1942), persatuan Islam (1923) dan partai Islam Indonesia (1938). Upaya-upaya yang dilakukan oleh para tokoh gerakan keagamaan tersebut adalah mengajak umat Islam meninggalkan praktek-praktek keagamaaan yang bernuansa bid’ah, khurafat, taklid dan mendorong mereka melakukan ijtihad.
Di Timur maupun di Tengah maupun di Indonesia, gerakan pemikiran Salafi  berbenturan dengan kelompok Islam tradisional. Di Minangkabau, gerakan pemikiran Salafi ditentang oleh kaum tua. Kaum tua mempertahankan pemahaman agama sesuai dengan tradisi yang sudah berjalan, sedangkan kaum muda terus mengembangkan pembaharuan pemikiran. Demikian juga Muhammadiyah dan Persis mendapat tantangan dari umat Islam tradisionalis.

2.                Penyebaran Aliran Khalaf
Ketika Nizam al-Mulk menyusun kebijaksanaan jangka panjang untuk mempertahankan kekuasaan golongan Sunni secara intelektual dan teologis. Melalui khutbah-khutbah Jum’at ajaran-ajaran al-Asy’ariyah disampaikan. Sebaliknya diserang pemikiran kaum Syi’ah, bahkan fiqh yang dipergunakan secara resmi oleh negara ditetapkan fiqh Syafi’i sebagai fiqh Hanafi yang dipakai oleh golongan al-Maturidi dan Syi’ah.
Tahun 1065 dibangun sekolah tinggi al-Nizamiyah di Baghdad, kemudian di Naisapur dan beberapa kota penting lainnya. Di sekolah-sekolah Nizamiyah hanya diajarkan al-Asy’ariyah. Di sekolah ini al-Ghazali belajar selama empat tahun, kemudian dipercaya untuk memimpin sekolah sampai ia meninggalkan Baghdad tahun 1095 menuju Damaskus karena mengalami konflik batin.
Terobosan yang dilakukan oleh Nizam al-Mulk cukup strategis, karena tidak langsung melewati sarana pendidikan akan menghasilkan kader-kader pembelajaran al-Asy’ariyah. Di Mesir dan Syiria, aliran al-Asy’ari dikembangkan oleh Salahuddin al-Ayubi dari Dinasti Ayubiyah, dengan mengganti aliran Syi’ah yang dibawa oleh Dinasti Fatimiyah (969-1171 M). Semua sekolah diajarkan paham Syi’ah al-Mu’tazilah, diganti dengan pengajaran bercorak al-Asy’ariyah al-Sunni. 
Perluasan pengaruh al-Asy’ariyah dapat berkembang pesat disamping faktor ajarannya yang mudah dipahami juga karena sesuai dengan pola hidup masyarakat tradisional, dan secara kuat berpegang kepada zahir ayat al-Qur’an dan hadist, juga didukung oleh khalifah-khalifah dan yang tak kalah penting adalah banyaknya tokoh al-Asy’ariyah tersebut pada setiap generasi yang terus berjuang membela dan mengembangkan ajaran al-Asy’ariyah.
Ajaran-ajaran al-Asy’ari dikembangkan berdasarkan dalil-dalil naqli. Penggunaan dalil naqli bersumber pada apa yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadist yang menyangkut masalah akidah dengan segala aspeknya, meliputi ilahiyat, nubuwwat, dan sam’iyat.penggunaan akal adalah sebagai pembantu apa yang dikehendaki zhahir nash. Jadi akal tidak sanggup menjadi hakim atas nash-nash agama untuk mentakwilkan dan melampaui ketentuan arti zahirnya.







DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah, Muhammad. Aliran Politik dan Akidah dalam Islam (Jakarta: Logos  Publishing Home, 1996)
Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), Hal 111 -112.
Nurdin, Amin M. Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2012)
Mulyadi dan Bashari.  Studi Ilmu Tauhid dan Kalam (Malang: UIN Maliki Press, 2010)
Nata, Abuddin. Sejarah Sosial dan Intelektual Muslim dan Institusi (Jakarta: PT Raja  Grafindo Persada, 2012)
Eka putra wirman, Kekuatan Ahlulsunnah (Jakarta: Hak cipta, 2010)
Zainuddin,  Ilmu Tauhid Lengkap (Jakarta: Rineka Cipta 2008)
Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka Alhusna,1992)
Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta:UI-Press, 2010)
Yahya Jaya, Teologi Agama Islam Klasik (Padang: Angkasa Raya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar