PENGERTIAN SALAF DAN KHALAF
1.
Pengertian Salaf
Arti
salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam
istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami,
mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari
shahabat Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in (kaum mukminin yang
mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi’it tabi’in
(kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi’in). istilah
yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya
pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dinamakan
as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi.
Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.
Definisi
salaf menurut Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf
terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, Tabi’in, para pemuka abad
ketiga dan para pengikutnya pada abad ke 4 H yang terdiri atas para muhadisain
dan yang lainnya. Salaf berarti pula ulama-ulama shalih yang hidup pada tiga
abad pertama islam. Sedangkan Mahmud Al-Bisyi Bisyi dalam Al-Firoq Al-Islamiyah
mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’in yang dapat diketahui
dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat Allah yang
menyerupai saegala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan menggunakannya.
Ibrahim
masykur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut:
- Mereka lebih mendahulukan riwayat (Naqli) dari pada dirayah (akal)
- Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuludin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’adin), mereka hanya bertolak dari penjelasan dari Al-Kitab dan rasional.
- Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang zat-Nya) dan tidak pula mempunyai paham antropomorpisme.
- Mereka memahami ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mena’wilkannya.
Ciri khas golongan ini adalah,
mereka kembali kepada penafsiran harfiah (literalis) atau nash dan memunculkan
tradisi kalam dan hukum, sebagaimana ketika perkembangan pertama dalam islam,
terutama pemikiran-pemikiran Ahmad bin Hambal, serta menolak dominasi menolak
dominasi akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan.
Menurut Harun Nasution, secara
kronologis salafiyah bermula dari imam ahmad ibnu hambal. Lalu ajarannya di
kembangkan Imam ibnu Taimiyah, kemudian disuburkan oleh imam Muhammad Ibnu
Abdul Wahhab, dan akhirnya berkembang di dunia islam secara sporadis.
2.
Pengertian Khalaf
Khalaf
artinya Masa yang datang sesudah. Khalaf menurut istilah diartikan sebagai
jalan para ulama’ modern. Walaupun tidak dapat dikatakan bahwa semua ulama’
modern mengikuti jalan ini. Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut
sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni
dalam pengertian umum adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini,
Mu’tazilah sebagaimana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sunni dalam
pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan
merupakan lawan Mu’tazilah.
Selanjutnya
Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah,
dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
SEJARAH
LAHIRNYA ALIRAN SALAF DAN KHALAF
1.
Sejarah Lahirnya Aliran Salaf
Secara konkrit aliran ini muncul
pada abad IVH/X M oleh para pengikut Imam Ahmad bin Hambal. Pendapat-pendapat
yang dikemukakan oleh aliran ini, demikian menurut para tokohnya, mengacu
kepada pendapat Imam Ahmad bin Hambal yang berupaya menghidupkan kembali dan
membela metode sesuai akidah salaf. Istilah dan nama salaf disini menunjuk
kepada arti generasi terdahulu, yaitu generasi para sahabat dan tabi’in. Jadi
yang dimaksud dengan aliran salaf adalah aliran yang berupaya menghidupkan
kembali dan membela metode serta pemikiran kalam yang ditampilkan oleh generasi
para sahabat dan tabi’in.
Gerakan atau aliran salaf ini
kemudian muncul dan memperlihatkan diri lebih jelas dibawah upaya dan pengaruh
Syaikh al-Islam Muhy al-Din bin Taimiyah. Selanjutnya dikembangkan dan di
propagandakan di jazirah Arab abad XII H/XVIII M oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab, yang kemudian lebih dikenal dengan gerakan Wahabiyah, yang tetap
bertahan hingga sekarang.
Gerakan atau aliran salaf ini
berkembang tidak lepas dari pengaruh perkembangan pemikiran di dunia Islam
sendiri, ketika komunitas Islam masih terbatas pada bangsa Arab di semenanjung
Arabia, pemahaman para sahabat terhadap agama semata-mata menurut nash
al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan pemahaman secara zahiri tanpa takwil dan qiyas.
Mereka mengimani apa yang disampaikan oleh al-Qur’an dan yang dijelaskan oleh
Sunnah secara global, tanpa mempertanyakan dan mendiskusikannya lebih
detail.
2.
Sejarah Lahirnya Aliran Khalaf
Kata
khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III
H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf.
Suatu golongan dari ummat Islam yang mengambil fislafat sebagai patokan amalan
agama dan mereka ini meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Awal mula timbulnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak
diketahui secara pasti kapan dan dimana munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah mulai dipopulerkan oleh para ulama salaf ketika semakin
mewabahnya berbagai bid’ah dikalangan ummat Islam.
Karakteristik yang paling menonjol
dari khalaf adalah penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan
mahluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering
disebut Sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu umum dan khusus.
Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari kelompok Syi’ah. Dalam pengertian
ini Mu’tazilah sebagaimana Asy’ariyyah masuk dalam barisan Sunni. Adapun Sunni
dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyyah
dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah. Dalam
hubungan ini Harun Nasution dengan meminjam keterangan Tasy Kubra Zadah menjelaskan
bahwa aliran Ahlusunnah muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan al-Asy’ari
sekitar tahun 300 H.
TOKOH-TOKOH ALIRAN SALAF DAN KHALAF
1.
Aliran Salaf
a.
Imam Ahmad bin Hambal
Imam
ahmad bin hambal lahir di Baghdad pada 780 M dan berasal dari keturunan Arab.
Neneknya memiliki kedudukan sebagai ketua dari salah satu daerah Khurasan dan
orang tuanya meninggal sewaktu Ahmad masih kecil. Ia dilahirkan di bagdad tahun
164/780 M, dan meninggal 241 H/855 M. ia sering dipanggil Abu Abdillah karena
salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Imam
Hambali karena merupakan pendiri mazhab Hambali. Madzhab Hambali ini banyak
dianut penduduk Irak, Mesir, Suriah, Palestina dan Arabia. Di Arabia madzhab
ini merupakan madzhab resmi dari negara.
b.
Ibn Taimiyah (661-729)
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah
Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim bin Abi Al-Halim bin Taimiyah. Lahir di
Harran, hari Senin 10 Rabiul Awal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada
malam Senin 20 Dzulqaidah tahun 729 H. Ayahnya bernama Syihabudin Abu Ahmad
Abdul Halim bin Abdissalam Ibn Abdillah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan
hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibn Ibrahim Madzkur
bahwa Ibn Taimiyah merupakan tokoh salaf ekstrem karena kurang memberikan ruang
gerak pada akal. Ia murid muttaqin, wara’, dan zuhud. Ia seorang panglima dan
penentang bangsa Tartas yang berani dengan mengangkat senjata. Ia dikenal
sebagai orang yang muhaddits, mufassir, faqih, teolog, bahkan banyak mengetahui
tentang filsafat. Berulang kali Ibn Taimiyah masuk penjara karena bersengketa
dengan para ulama’ pada zamannya.
Masa kehidupan Ibn Taimiyah
bersamaan dengan kondisi dunia Islam yang sedang disintegrasi, dislokasi
sosial, dan degradasi moral dan akhlak. Kelahirannya terjadi setelah lima tahun
setelah Baghdad dihancurkan pasukan Mongol, Hulagu Khan. Oleh karena itu,
pantas jika Ibn Taimiyah dalam upaya mempersatukan umat Islam mengalami banyak
tantangan, bahkan dirinya harus wafat dalam penjara.
2.
Aliran khalaf
a.
Imam Al-Asy’ari
Nama
lengkap al-Asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bih Ishaq bin Salim bin
Isma’il bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa al-Asy’ari. Menurut
beberapa riwayat beliau dilahirkan di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika
berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada
tahun 324H/935M.
Al-Asy’ari
menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu secara
tiba-tiba ia mengumumkan dihadapan jama’ah masjid Bashrah bahwa dirinya telah
meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut
ibnu Asakir yang melatarbelakangi al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah adalah
pengakuan beliah telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga
kali yakni malam ke-10 ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu
Rasulullah memperingatkan agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham
yang telah diriwayatkan oleh beliau.
b.
Al-Maturidi
Abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di
daerah Samarkan, tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya
diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 H. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M.
Gurunya dalam bidang fiqh dan teologi bernama Nasyr bin Yahya al-Balahi. Ia wafat
pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa al-Mutawakil yang memerintah
tahun 232-274 H.
Karir pendidikan beliau lebih dikonsentrasikan untuk menekuni
bidang teologi dari pada fiqh. Ia dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam
menghadapi faham teologi-teologi yang banyak berkembang di masyarakat Islam,
yang dipandangnya tidak sesuai kaidah yang benar menurut akal dan syarat.
Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis diantaranya
ialah kitab Taukhid, Takwil al-Qur’an, Makhas asy-Syara’i.
PENYEBARAN
ALIRAN SALAF DAN KHALAF
1.
Penyebaran Aliran Salaf
Gerakan pemikiran Salafi di
Indonesia mengalami perkembangan seirama dengan munculnya tokoh-tokoh gerakan
pemikiran Salafi di Timur Tengah (Mesir) seperti Syekh Jamaluddin al-Afghani
(1839-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rasyid Ridhlo (1865-1935). Para
tokoh pembaharuan Mesir, disamping mengajak umat Islam kembali pada al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, juga mengajak umat Islam agar meningkatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern untuk mencapai kemajuan, menghilangkan
kebodohan dan mengatasi keterbelakangan.
Di Indonesia muncul
organisasi-organisasi yang bercorak Salafi Modern seperti: Muhammadiyah (1912),
Serikat Islam (1912), Al-Irsyad (1914), Jong Islamiten Bond (1925-1942),
persatuan Islam (1923) dan partai Islam Indonesia (1938). Upaya-upaya yang
dilakukan oleh para tokoh gerakan keagamaan tersebut adalah mengajak umat Islam
meninggalkan praktek-praktek keagamaaan yang bernuansa bid’ah, khurafat, taklid
dan mendorong mereka melakukan ijtihad.
Di Timur maupun di Tengah maupun di
Indonesia, gerakan pemikiran Salafi berbenturan dengan kelompok Islam
tradisional. Di Minangkabau, gerakan pemikiran Salafi ditentang oleh kaum tua.
Kaum tua mempertahankan pemahaman agama sesuai dengan tradisi yang sudah
berjalan, sedangkan kaum muda terus mengembangkan pembaharuan pemikiran.
Demikian juga Muhammadiyah dan Persis mendapat tantangan dari umat Islam
tradisionalis.
2.
Penyebaran Aliran Khalaf
Ketika Nizam al-Mulk menyusun
kebijaksanaan jangka panjang untuk mempertahankan kekuasaan golongan Sunni
secara intelektual dan teologis. Melalui khutbah-khutbah Jum’at ajaran-ajaran
al-Asy’ariyah disampaikan. Sebaliknya diserang pemikiran kaum Syi’ah, bahkan
fiqh yang dipergunakan secara resmi oleh negara ditetapkan fiqh Syafi’i sebagai
fiqh Hanafi yang dipakai oleh golongan al-Maturidi dan Syi’ah.
Tahun 1065 dibangun sekolah tinggi
al-Nizamiyah di Baghdad, kemudian di Naisapur dan beberapa kota penting
lainnya. Di sekolah-sekolah Nizamiyah hanya diajarkan al-Asy’ariyah. Di sekolah
ini al-Ghazali belajar selama empat tahun, kemudian dipercaya untuk memimpin
sekolah sampai ia meninggalkan Baghdad tahun 1095 menuju Damaskus karena mengalami
konflik batin.
Terobosan yang dilakukan oleh Nizam
al-Mulk cukup strategis, karena tidak langsung melewati sarana pendidikan akan
menghasilkan kader-kader pembelajaran al-Asy’ariyah. Di Mesir dan Syiria,
aliran al-Asy’ari dikembangkan oleh Salahuddin al-Ayubi dari Dinasti Ayubiyah,
dengan mengganti aliran Syi’ah yang dibawa oleh Dinasti Fatimiyah (969-1171 M).
Semua sekolah diajarkan paham Syi’ah al-Mu’tazilah, diganti dengan pengajaran
bercorak al-Asy’ariyah al-Sunni.
Perluasan pengaruh al-Asy’ariyah
dapat berkembang pesat disamping faktor ajarannya yang mudah dipahami juga
karena sesuai dengan pola hidup masyarakat tradisional, dan secara kuat
berpegang kepada zahir ayat al-Qur’an dan hadist, juga didukung oleh
khalifah-khalifah dan yang tak kalah penting adalah banyaknya tokoh
al-Asy’ariyah tersebut pada setiap generasi yang terus berjuang membela dan
mengembangkan ajaran al-Asy’ariyah.
Ajaran-ajaran al-Asy’ari
dikembangkan berdasarkan dalil-dalil naqli. Penggunaan dalil naqli bersumber
pada apa yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadist yang menyangkut masalah
akidah dengan segala aspeknya, meliputi ilahiyat, nubuwwat, dan
sam’iyat.penggunaan akal adalah sebagai pembantu apa yang dikehendaki zhahir
nash. Jadi akal tidak sanggup menjadi hakim atas nash-nash agama untuk
mentakwilkan dan melampaui ketentuan arti zahirnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Zahrah,
Muhammad. Aliran Politik dan Akidah dalam Islam (Jakarta: Logos Publishing Home, 1996)
Abdul Rozak,
Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), Hal 111 -112.
Nurdin, Amin M. Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2012)
Mulyadi dan Bashari. Studi Ilmu Tauhid dan Kalam (Malang: UIN Maliki Press, 2010)
Nurdin, Amin M. Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2012)
Mulyadi dan Bashari. Studi Ilmu Tauhid dan Kalam (Malang: UIN Maliki Press, 2010)
Nata, Abuddin. Sejarah
Sosial dan Intelektual Muslim dan Institusi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
Eka putra wirman, Kekuatan Ahlulsunnah (Jakarta: Hak cipta, 2010)
Eka putra wirman, Kekuatan Ahlulsunnah (Jakarta: Hak cipta, 2010)
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap (Jakarta:
Rineka Cipta 2008)
Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta:
Pustaka Alhusna,1992)
Harun Nasution, Teologi Islam
(Jakarta:UI-Press, 2010)
Yahya Jaya, Teologi Agama Islam Klasik
(Padang: Angkasa Raya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar