BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk individual juga sekaligus makhluk sosial yang senantiasa dan
harus berinteraksi dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan di mana
ia berada. Setiap manusia menginginkan adanya lingkungan sosial yang kondusif,
yang ramah, aman, tenteram dan damai saling menghargai dan menyayangi antar
anggota masyarakat sekitarnya. Lingkungan yang demikian itulah yang didambakan
oleh manusia, sehingga setiap personal di dalamnya dapat melakukan aktifitasnya
dengan tenang tanpa terganggu dengan segala sesuatu yang dapat merugikan.
Pemakalah
akan sedikit memaparkan materi tentang pengertian pembinaan masyarakat dan cara
pembinaan masyarakat.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Masyarakat ?
2.
Apa Ayat –Ayat Al-Qur’an Tentang Pembinaan Masyarakat
?
3.
Apa Kandungan Pendidikan dalam Pembinaan Masyarakat ?
3.
Tujuan Makalah
1.
Mengetahui Pengertian Masyarakat.
2.
Mengetahui Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Pembinaan
3.
Mengetahui Kandungan Pendidikan dalam Pembinaan
Masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Masyarakat
Menurut Al-Qur’an
Istilah masayarakat dapat dilihat dari adanya berbagai istilah lain yang dapat
dihubungkan dengan konsep pembinaan masyarakat, seperti istilah ummat, qaum, syu’ub, qabail dan
lain sebagainya. Istilah ummat dapat dijumpai pada ayat yang
berbunyi :
“ Kamu sekalian adalah ummat yang
terbaik (khaira ummah) yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah SWT “. (QS. Ali
Imran : 110)
Kata ummah pada
ayat tersebut, berasal dari kata amma, yaummu yang
berarti jalan dan maksud. Dari asal kata tersebut, dapat diketahui bahwa
masyarakat adalah kumpulan perorangan yang memiliki keyakinan dan tujuan yang
sama, menghimpun diri secara harmonis dengan maksud dan tujuan bersama.
Selanjutnya dalam Al-Mufradat
fi Gharib Al-Qur’an, masyarakat diartikan sebagai semua kelompok yang
dihimpun oleh persamaan agama, waktu, tempat baik secara terpaksa maupun
kehendak sendiri.
Abu Ahmadi dalam bukunya “ilmu sosial
dasar” mendefinikan bahwa Masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari
beberapa manusia, yang dengan sendirinya bertalian secara golongan dan
mempunyai pengaruh satu sama lain.
Kelompok dimana orang yang berada
didalamnya terikat oleh tanggung jawab dan oleh identitas bersama.
Inti dari pendapat- pendapat tersebut,
adalah bahwa masyarakat tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya terdapat
sistem hubungan, aturan serta pola- pola hubungan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2.
Ayat-ayat Al-Qur’an
Tentang Pembinaan Masyarakat
- Surat Al-Hujurat Ayat : 9-13
Artinya : (9) “Dan apabila ada
dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika
salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain , maka
perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu. Sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah SWT. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah SWT), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil.
Sungguh Allah SWT mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Tafsir
(9) Allah SWT menerangkan bahwa jika ada
dua golongan orang mukmin berperang, maka harus diusahakan perdamaian antara
kedua pihak yang bermusuhan itu dengan jalan berdamai sesuai ketentuan hukum
Allah SWT berdasarkan keadilan untuk kemaslahatan mereka yang bersangkutan.
Jika setelah diusahakan perdamaian itu masih ada yang membangkang dan tetap
juga berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka golongan yang agresif
yang berbuat aniaya itu harus diperangi sehingga mereka kembali untuk menerima
hukum Allah SWT.
Jika golongan yang membangkang itu telah
tunduk dan kembali kepada perintah Allah SWT, maka kedua golongan yang tadinya
bermusuhan itu harus diperlakukan dengan adil dan bijaksana, penuh kesadaran
sehingga tidak terulang lagi permusuhan seperti itu di masa yang akan datang.
Allah SWT memerintahkan supaya mereka tetap melakukan keadilan dalam segala
urusan mereka, karena Allah SWT menyukainya dan akan memberi pahala kepada
orang-orang yang berlaku adil dalam segala urusan.
Artinya : (10) “Sesungguhnya
orang-orang yang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (orang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah SWT agar kamu
mendapat rahmat.”
Tafsir
(10) Dalam ayat ini, Allah SWT
menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin semuanya bersaudara seperti
hubungan persaudaraan antara nasab, karena sama-sama menganut unsur keimanan
yang sama dan kekal dalam syurga.
Sebab
Nuzul
Diriwayatkan oleh Qatadah bahwa ayat ini
diturunkan berhubungan dengan peristiwa dua orang dari sahabat Anshar yang
bersengketa tentang suatu urusan hak milik. Salah seorang dari mereka berkata
bahwa ia akan mengambil haknya dari yang lain dengan paksaan. Ia mengancam
demikian karena banyak pengikutnya, sedangkan yang satu lagi mengajak dia
supaya minta keputusan Nabi sw. Ia tetap menolak sehingga perkaranya
hampir-hampir menimbulkan perkelahian dengan tangan dan terompah, meskipun tidak
sampai menggunakan senjata tajam.
(LARANGAN
SALING MENGEJEK DAN BERPRASANGKA)
Artinya:
(11)
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokan) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan
(mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang
diperolok-olokan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah
kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
(fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.
Tafsir
(11)
Dalam ayat ini, Allah SWT mengingatkan kaum mukminin supaya jangan ada suatu
kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olok
itu pada sisi Allah SWT jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang
mengolok-olokan. Demikian pula di kalangan perempuan, jangan ada segolongan
perempuan yang mengolok-olok perempuan yang lain karena boleh jadi, mereka yang
di olok-olok itu pada sisi Allah SWT lebih baik dan lebih terhormat daripada
perempuan-perempuan yang mengolok-olok.
Allah SWT melarang kaum mukminin mencela
kaum mereka sendiri karena kaum mukminin semuanya harus dipandang satu tubuh
yang diikat dengan kesatuan dan persatuan. Allah SWT melarang pula memanggil
dengan panggilan yang buruk seperti panggilan kepada seseorang yang sudah
beriman dengan kata-kata: hai fasik, hai kafir, dan sebagainya, Tersebut dalam
sebuah hadist riwayat al-Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir.
Artinya
:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam
kasih mengasihi dan sayang menyayangi antara mereka seperti tubuh yang satu:
bila salah satu anggota badannya sakit demam, maka badan yang lain merasa demam
dan terganggu pula.”
Artinya:
“Sesungguhnya Allah SWT tidak memandang
kepada rupamu dan harta kekayaanmu, akan tetapi Ia memandang kepada hatimu dan
perbuatanmu.” ( Riwayat Muslin dan Abu Hurairah).
Hadist ini mengandung isyarat bahwa
seorang hamba Allah SWT jangan memastikan kebaikan atau keburukan seseorang
semata-mata karena melihat kepada perbuatannya saja, sebab ada kemungkinan
seseorang tampak mengerjakan kebajikan, padahal Allah SWT melihat di dalam hatinya
ada sifat yang tercela. Sebaliknya pula mungkin ada orang yang kelihatan
melakukan suatu yang tampak buruk, akan tetapi Allah SWT melihat dalam hatinya
ada rasa penyesalan yang besar yang mendorongnya bertobat dari dosanya. Maka
perbuatan yang tampak di luar itu, hanya merupakan tanda-tanda saja yang
menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai ke tingkat meyakinkan,
Allah SWT melarang kaum mukminin memanggil orang dengan panggilan-panggilan
yang buruk setelah mereka beriman.
Panggilan yang buruk dilarang untuk
diucapkan setelah orangnya beriman karena gelar-gelar untuk itu mengingatkan
kepada kedurhakaan yang sudah lewat, dan sudah tidak pantas lagi dilontarkan.
Barang siapa tidak bertobat, bahkan terus pula memanggil-manggil dengan
gelar-gelar yang buruk itu, maka mereka dicap oleh Allah SWT sebagai
orang-orang yang zalim terhadap diri sendiri d n pasti akan menerima
konsekuensinya berupa azab dari Allah SWT pada hari Kiamat.
Sabab
Nuzul
Diriwayatkan
bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan tingkah laku Kabilah Bani Tamim yang
pernah berkunjung kepada Rasulullah saw, lalu mereka memperolok-olok beberapa
sahabat yang fakir dan miskin seperti ‘Ammar, Suhaib, Bilal, Khabbab, Salman
al-Farisi, dan lain-lain karena pakaian mereka sangat sederhana.
Ada pula yang mengemukakan bahwa ayat
ini diturunkan berkaitan dengan kisah Safiyyah binti Huyay bin Akhtab yang
pernah datang menghadap Rasulullah saw, melaporkan bahwa beberapa perempuan di
Madinah pernah menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati
seperti, “Hai perempuan Yahudi, keturunan Yahudi, dan sebagainya,” sehingga
Nabi saw bersabda kepadanya, “Mengapa tidak engkau jawab saja, ayahku Nabi
Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku adalah Muhammad.”
Ada pula yang mengaitkan penurunan ayat
ini dengan situasi di Madinah. Ketika Rasulullah saw tiba di kota itu,
orang-orang Anshar banyak yang mempunyai nama lebih dari satu. Jika mereka
dipanggil oleh kawan mereka, yang kadang-kadang dipanggil dengan nama yang
tidak disukainya, dan setelah hal itu dilaporkan kepada Rasulullah saw, maka
turunlah ayat ini.
(LARANGAN BERBURUK SANGKA DAN
BERGUNJING)
Terjemah
(12)
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah banyak dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah
SWT Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.
Tafsir
(12)
Allah SWT memberikan peringatan kepada orang-orang yang beriman supaya mereka
menjauhkan diri dari prasangka terhadap orang-orang yang beriman. Jika mereka
mendengar sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka
ucapan itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang baik,
sehingga tidak menimbulkan salah paham, apalagi menyelewengkannya sehingga
menimbulkan fitnah dan prasangka.
(13)
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah SWT Maha
Mengetahui, Mahateliti.”
Sebab
Nuzul
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud mengenai turunnya ayat ini yaitu tentang peristiwa yang terjadi
pada seorang sahabat yang bernama Abu Hindin yang bisa berkhidmat kepada Nabi
Muhammad saw untuk mengeluarkan darah kotor dari kepalanya dengan pembekam,
yang bentuknya seperti tanduk. Rasulullah saw menyuruh kabilah Bani
Bayadah agar kalangan mereka. Mereka bertanya , “Apakah patut kami
menikahkan gadis-gadis kami dengan budak-budak?” Maka Allah SWT menurunkan ayat
ini agar kita mencemoohkan seseorang karena memandang rendah kedudukannya.
Tafsir
(13) Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia
dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya
berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk
saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. Allah SWT
tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan,
kepangkatan atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia di sisi
Allah SWT hanyalah orang yang paling bertaqwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan
itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut
pandangan Allah SWT, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling taqwa
kepada-Nya.
Sesungguhnya Allah SWT Maha Penerima
tobat lagi Maha Mengetahui tentang apa yang tersembunyi dalam jiwa dan pikiran
manusia. Pada akhir hayat, Allah SWT menyatakan mengetahui segala perbuatan
mereka.
2.
Al-Qur’an Surah
An-Nahl Ayat : 91-92
Artinya :
(91)“Dan tepatilah perjanjian Allah SWT
apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah, sesudah
meneguhkannya. Sedang kamu telah menjadikan Allah SWT sebagai saksi atas diri
kamu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”
Tafsir
Ayat ini memerintahkan: tepatilah
perjanjian yang telah kamu ikrarkan dengan Allah apabila kamu berjanji, dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah sesudah kamu meneguhkannya yakni
perjanjian-perjanjian yang kamu akui di hadapan Perusuh Allah. Demikian juga
sumpah-sumpah kamu yang menyebut nama-Nya. Betapa kamu tidak harus menepatinya
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksi dan pengawas atas diri kamu
terhadap sumpah-sumpah dan janji-janji itu. Sesungguhnya allah mengetahui apa
yang kamu perbuat, baik niat, ucapan maupun tindakan, dan baik jani, sumpah
maupun selainnya, yang nyata maupun yang rahasia.
Yang dimaksud dengan (تنقصوا) membatalkan adalah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
kandungan sumpah/janji.
Yang dimaksud dengan (بعهدالله) perjanjian Allah dalam konteks ayat ini antara lain bahkan
terutama adalah bai’at yang mereka ikrarkan di hadapan Nabi Muhammad saw.
Firman-Nya: (بعد توكيدها) ada yang memahaminya dalam arti sesudah kamu meneguhkannya.
Atas dasar itu, sementara yang menganut faham ini – seperti al-Biqa’i dan
al-Qurthubi – memahami kata tersebut sebagai berfungsi mengecualikan apa yang
diistilahkan dengan laghwu al-aiman yakni kalimat yang mengandung redaksi
sumpah tetapi tidak dimaksudkan oleh pengucapnya sebagai sumpah.
Artinya:
(92)“ Dan janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang mengurai tenunannya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi
cerai berai; kamu menjadikan sumpah kamu sebagai penyebab kerusakan di antara
kamu, disebabkan adanya suatu golongan yang lebih banyak dari golongan yang
lain. Sesungguhnya Allah SWT hanya menguji kamu dengannya. Dan pasti di hari
Kiamat nanti akan dijelaskan-Nya kepada kamu apa yang dahulu kamu perselisihkan
itu.”
Tafsir
Setelah ayat yang lalu memerintahkan
menepati janji dan memenuhi sumpah, ayat ini melarang secara tegas
membatalkannya sambil mengilustrasikan keburukan pembatalan itu.
Pengilustrasian ini merupakan salah satu bentuk penekanan. Memang penegasan
tentang perlunya menepati janji merupakan sendi utama tegaknya masyarakat,
karena itulah yang memelihara kepercayaan berinteraksi dengan anggota
masyarakat. Bila kepercayaan itu hilang, bahkan memudar, maka akan lahir
kecurigaan yang merupakan benih kehancuran masyarakat.
Kata (دخلا) dari segi bahasa berarti kerusakan, atau sesuatu yang buruk.
Yang dimaksud di sini adalah alat atau penyebab kerusakan. Ini karena dengan
bersumpah seseorang menanamkan keyakinan dan ketenangan di hati mitranya,
tetapi begitu dia mengingkari sumpahnya, maka hubungan mereka menjadi rusak,
tidak lain penyebabnya kecuali sumpah itu yang kini telah diingkari. Dengan
demikian, sumpah menjadi alat atau sebab kerusakan hubungan. Kata (أربى) terambil dari kata (الربو) yaitu tinggi atau berlebih. Dari akar yang sama lahir kata
riba yang berarti kelebihan. Kelebihan dimaksud bisa saja dalam arti kuantitas,
sehingga bermakna lebih banyak bilangannya, atau kualitasnya yakni lebih tingg
kualitas hidupnya dengan harta yang melimpah dan kedudukan yang terhormat. Ayat
di atas menyebut kata (أمة)
atau golongan sebanyak dua kali. Banyak pakar tafsir memahami ayat ini
berbiacara tentang kelakuan beberapa suku pada masa Jahiliyah.
3.
Kandungan
Pendidikan dalam Pembinaan Masyarakat.
Pemahaman terhadap konsep masyarakat
yang ideal amat diperlukan dalam rangka mengembangkan konsep pendidikan.
Berkenaan dengan ini paling tidak terdapat empat hal yang menggambarkan
hubungan konsep masyarakat dengan pendidikan, antara lain :
1.
Bahwa
gambaran masyarakat yang ideal harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam
merancang visi, misi dan tujuan pendidikan
2.
Gambaran
masyarakat yang ideal juga harus dijadikan landasan bagi pengembangan
pendidikan yang berbasis masyarakat
3.
Perkembangan
dan kemajuan yang terjadi di masyarakat juga harus dipertimbangkan dalam
merumuskan tujuan pendidikan
4.
Perkembangan
dan kemajuan yang terjadi di masyarakat harus dijadikan landasan bagi perumusan
kurikulum
BAB
III
PENUTUP
`````A.
Kesimpulan
Dalam pembahasan diatas dapat di
simpulkan, dalam Q.S. Al-Hujurat:9-10 yaitu Allah SWT memperingatkan orang
mu’min untuk menghilangkan pengaruh dari perkataan orang fasik dan agar
mereka memperbaiki hubungan antara dua kelompok yang bertikai, sehingga mereka
mau berdamai. Perdamaian harus dan wajib dilakukan juga antara dua orang yang
bersaudara karena sesungguhnya orang-orang mu’min itu bernasab kepada satu
pokok yaitu iman yang menyebabkan diperolehnya kebahagian abadi di dunia dan di
akhirat.
Dalam ayat 11-13 Allah menjelaskan apa
yang patut dilakukan oleh seorang Mukmin terhadap Mu’min yang lainnya. Bahwa
tidak sepatutnya seorang Mukmin mengolok atau mengejek orang lain dengan hinaan
atau celaan, dan tidak pantas pula memberinya gelar yang menyakitkan hatinya.
Selain itu Allah swt juga membimbing umat Muslim tentang beberapa hal yang
dapat menambah semakin kuatnya jalinan dan hubungan masyarakat Islam yaitu :
1. Menghindari
berburuk sangka yang buruk terhadap sesama manusia menuduh mereka berkhianat.
2. Jangan
mencari-cari keburukan dan aib orang lain.
3. Jangan
menceritakan sebagian yang lain dengan sesuatu yang tidak disukai ketika orang
lain tidak ada (berbuat Gibah) baik itu berkenaan dengan agama, atau dunianya,
rupa, akhlak, harta, anak, istri, pembantu, pakaian atau apa saja yang
berkaitan dengan dia.
Dan dalam penjelasan Q.S. An-Nahl:91-92
bahwa di antara pokok-pokok akhlak yang baik yang juga menjadi penunjang
untuk terciptanya masyarakat Islam yang baik adalah : berbuat dan menegakan
keadilan, berbuat kebajikan, memberi pada kaum kerabat juga menepati janji dan
melarang untuk berbuat keji dan kemungkaran, permusuhan dan hendaklah tidak
membatalkan sumpah atau janji sesudah mengukuhkannya.
Dengan demikian, masyarakat yang kokoh
dan bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan adalah masyarakat yang
berpegang pada nilai-nilai moral dan akhlak yang mulia. Yaitu masyarakat antara
yang satu dan yang lainya tidak saling menyakiti, menzalimi, merugikan,
mecurigai, mengejek dan sebagainya sehingga dapat mengarah pada masyarakat
madani yaitu masyarakat yang mengaplikasikan nilai-nilai Ilahiah dan Insaniah.
Perlu adanya pemahaman terhadap konsep
masyarakat yang ideal untuk mengembangkan konsep pendidikan
[1] Abudin
Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009
), cet. 3, hal. 233
[3] Asrof
Abdu Syakur, Skripsi Masyarakat Islam Dalam Pandangan Sayyid Quthb, Jakarta:
Stid. M.Natsir, 2004, hal.29
[4] Abudin
Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009
), cet. 3, hal. 245-246